MAKALAH
KONFLIK SAMPIT ANTARA SUKU DAYAK DENGAN SUKU MADURA
Oleh:
Ghifari
Fakhran Isya
Jurusan
Teknik Sipil
Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas
Gunadarma
Depok
Tahun
2015/2016
Kata
Pengantar
Pertama-tama
saya ingn mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalh tentang konflik sampit antara Suku
Dayak dengan Suku Madura ini dengan baik. Dimana makalah ini dibuat dan disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. saya ingin berterima kasih kepada semua pihak
yang membantu saya dalam mengerjakan tugas makalah ini. Apabila ada kritik dan saran dari pembaca, saya bersedia menerima semua
kritik dan saran tersebut. Karena kritik dan saran ini sebagai batu loncatan yang
dapat memperbaiki makalah saya dimasa mendatang.sehingga saya akan berusaha
untuk menyelesaikan makalah dengan lebih baik lagi.
Daftar
Isi
Kata Pengantar ..............................................................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2
Rumusan
Masalah..............................................................................................................5
1.3
Maksud dan Tujuan............................................................................................................5
Bab II Pembahasan
2.1 Mempelajari Konflik
Sampit………….………………………………………………..6
2.2 Kronologis Peristiwa………………….………………………………………………..9
2.3 Penyelesaian
Masalah………………………………………………….………………11
Bab III Penutup
3.2 Kesimpulan…………………..………………………………………………………..12
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Konflik adalah proses yang dinamis dan
keberadaannya lebih banyak menyangkut dari persepsi dari orang atau pihak yang
mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan
sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu pun
sebaliknya.
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan
mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasarkan
ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar
penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain
selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang
tidak terpengaruh oleh alas an rasional.
Prasangka dibagi 3 kategori:
·
Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
·
Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai atau tidak disukai
·
Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecendrungan seseorang dalam
bertindak.
Diskriminasi yaitu membeda-bedakan
karakteristik individu yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap
individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang
diwakili individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa
dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecendrungan manusia
untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan tidak adil
karena karakteristik suku, antargolongan, jenis kelamin, ras, agama dan
kepercayaan, kondisi fisik, atau karakteristik lain yang diduga merupakan asar dari
tindakan diskriminasi.
kategori diskriminasi dibagi 2, yaitu:
·
Diskriminasi langsung, terjadi saat
hukum, peraturan/kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu
menghambat adanya peluang sama.
·
Diskriminasi tidak langsung, terjadi
saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatid saat diterapkan di
lapangan.
Rumusan Masalah
·
Mempelajari konflik Sampit
·
Bagaimana terjadinya konflik Sampit
pada 2001
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud
Maksud penulisan makalh ini adalah untuk
menggambarkan bagaimana konflik yang terjadi antara Suku Dayak dengan Suku
Madura.
2.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan
bagaimana terjadinya Konflik Sampit.
Bab
II
Pembahasan
Mempelajari
Konflik Sampit
Permasalah
konflik tidak terlepas dari adanya interaksi antara suku bangsa didalam
penguasaan sumber daya yang ada di dalam lingkup teritorialnya. Pada awalnya
masyarakat yang berada di Sampit sangat konformitas terhadap persinggungan
budaya hal ini dikarenakan tragedy sampit yang menjatuhkan korban jiwa yang
cukup banyak dari suku Madura merupakan kompleksitas dari tragedy-tragedi kecil
yang sebelumnya pernah terjadi. Sehingga masyarakat suku dayakmemberikan label
terhadap suku Madura sebagai suku antagonis
sehingga atas ketidakberdayaannya melawan pengaruh-pengaruh penguasaan suku
pendatang secara dominan terhadap suku yang seharusnya menjadi milik
territorial sumberdaya dominan yang dilakukan oleh Suku Madura yang menyebabkan
kecemburuan secara social dan ekonomi.
Banyak
sebab yang membuat suku Dayak seakan
melupakan asasi manusia baik langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku
Dayak di Sampit selalu “terdesak” dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya
menambang intan di atas “tanah adat” mereka sendiri karena dituduh tidak
memiliki izin penambangan. Hingga kampong mereka yang harus berkali-kali pindah
tempat karena harus mengalah dari pada penebang kayu yang mendesak mereka makin
ke dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk oleh ketidakadilan hukum yang
seakan tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak
menjadi korban kasus-kasus tersebut.
Tidak
sedikit kasus-kasus pembunuhan orang Dayak ( yang sebagian besar disebabkan
oleh aksi premanisme etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para
tersangka tidak bisa ditangkap dan diadili oleh aparat penegak hukum.
Etnis
Madura juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat
Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat suku Madura sebagai
pendatang).
Sering terjadinya kasus pelanggarang “tanah
larangan” orang Dayak oleh penebang kayu dari suku Madura. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu perang antar etnis Dayak-Madura.
Dari
cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja, mereka terkadang
dianggap terlalu kasar oleh sebagian besar masyarakat Dayak, bahkan masyarakat
banjar sekali pun. Banyak cara-cara pemaksaan untuk mendapatkan hasil usaha
kepada konsumen mereka. Banyak pula tipu-daya yang mereka lakukan. Tidak semua
suku Madura bersifat seperti ini. Namun, hanya segelintir saja.
Ada
yang mengungkapkan bahwa pertikaian yang sering terjadi antara Madura dan Dayak
dipicu rasa etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak. Semangat persukuan
inilah yang mendasari solidaritas antar-anggota suku di Kalimantan. Situasi
seperti itu diperparah kebiasaan dan nilai-nilai yang berbeda, bahkan mungkin
berbenturan. Missal, adat orang Madura yang membawa parang atau celurit
kemanapun pergi membuat orang Dayak melihat sang “tamu”-nya selalu siap
berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak membawa senjata tajam hanya dilakukan ketika
mereka hendak berperang atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat
keributan dari soal salah menyambit rumput sampai kasus tanah amat mungkin
persoalan yang semula kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak
bernyawa tanpa kepala saat terjadi pembantaian Sampit entah bagaimana cara
mereka (suku Dayak) yang tengah dirasuki kemarahan membedakan suku Madura
dengan suku lainnya yang jelas suku-suku lainnya luput dari serangan
orang-orang Dayak.
Begitu
pula adanya catatan ingatan dari suku asli tentang perlakuan-perlakuan yang
tidak adil terhadap suku asli yang menyebabkan meningkatnya konformitas dan
identitas kesukuan yang dibangkitkan oleh masyarakat Dayak. Ada beberapa
peristiwa yang menjadi catatan ingatan dari masyarakat Dayak yang menurut
mereka adalah perlakuan yang tidak wajar terhadap masyarakat suku Dayak, antara
lain:
·
Tahun 1972, seorang gadis Dayak
diperkosa di Palangka Raya. Atas kejadian itu diadakan perdamaian secara hukum
adat.
·
Tahun 1982, terjadi pembunuhan orang
Dayak yang pelakunya merupakan orang Madura. Tidak ada penyelesaian hukum dan
pelaku tidak tertangkap.
·
Tahun 1983, warga Kasongan yang
ber-etnis Dayak dibunuh di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan. Diadakan perdamaian,
dilakukan peniwahan itu dibebankan
kepada pelaku pembunuhan. Perdamaian ditandatangani kedua pihak dan jika
pihak Madura melakukan perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari
Kalteng.
·
Tahun 1996, seorang gadis Dayak
diperkosa dan dibunuh di gedung bioskop Panala di Palangka Raya, ternyata
hukumannya sangat ringan.
·
Tahun 1997, di desa Karang Langit,
Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan
kekuatan 2:40 orang, dengan semua orang Madura meninggal pada kejadian
tersebut. Orang dayak mempertahankan diri dengan ilmu beladiri. Dan orang Dayak
dihukum berat.
·
Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota
kecamatan Kaltingan Tengah, seorang anak mati terbunuh oleh seorang tukang sate
etnis Madura. Anak itu hanya kebetulan lewat setelah tukang sate tersebut
bertikai dengan para anak muda.
·
Tahun 1998, di Palangka Raya, orang
Dayak dikeroyok empat pemuda Madura hingga meninggal, pelakunya dinyatakan
melarikan diri dan kasus tidak diselesaikan secara hukum.
·
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang
Dayak dikeroyok oleh beberapa orang Madura karena masalah sengketa tanah. 2
orang Dayak meninggal dunia.
·
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang
petugas ketertiban umum dibacok oleh orang Madura, pelaku ditahan di polresta
Palangka Raya, namun dibebaskan keesokan harinya tanpa tuntutan hukum.
·
Tahun 1999, di Pangkut, ibukota
kecamatan Arut Utara, kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian missal
dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas suku dayak.
Perkelahian banyak menimbulkan korban pada kedua pihak. Tak ada penyelesaian
hukum.
·
Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi
penikaman terhadap suami-istri. Tindakan tersebut dilakukan untuk balas dendam,
namun salah alamat.
·
Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin
Barat, sekeluarga Dayak dibunuh oleh orang Madura, pelaku lari tanpa
penyelesaian hukum.
·
Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 orang
Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku Madura di depan gereja Imanuel. Pelaku lari
tanpa penyelesaian hukum.
·
Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan,
Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pengeroyokan oleh suku Madura. Pelaku
kabur tanpa penyelesaian hukum.
·
Tahun 2001, di Sampit (17-20 Februari
2001) warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai. Suku Madura lebih dulu
menyerang warga Dayak.
·
Tahun 2001, di Palangka Raya (25
Februari 2001) seorang warga dayak terbunuh diserang suku Madura.
Belum
terhitung kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan
Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan suku lainnya di
Kalimantan Tengah, kecuali dengan suku Madura. Lalu terjadilah peristiwa
kerusuhan pada 25 Februari yaitu peristiwa Sampit yang mencekam.
Apa
yang membuat suku Dayak begitu marah dengan menghadapi suku Madura. Hamper
semua tokoh Dayak menunjukan kebanyakan etnis Madura lah penyebab akar
permasalahannya. Maka dari itu , terpapar diatas bahwasanya persinggungan
penguasaan sumberdaya yang tidak terdistribusi secara merata dalam persaingan
dan kerjasama sebelum meningkat menjadi konflik juga dipicu karena permasalahan
lebel dari masyarakat suku Dayak terhadap suku Madura dalam segi budaya yang
menimbulkan etnosentrisme sehinggan terjadi konflik.
Kronologis
Konflik Sampit
18 Februari 2001
·
Pkl.01.00 WIB terjadi peristiwa pertikaian antar etnis diawali
dengan terjadinya perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di
Jalan Padat Karya, yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1
(satu) orang luka berat semuanya dari Suku Madura.
·
Pkl. 08.00 WIB terjadi pembakaran
rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah rumah yang dilakukan oleh
kelompok Suku Madura dan 1 (satu) buah rumah Suku Dayak dirusak dan dijarah
oleh kelompok Suku madura. Kejadian ini mengakibatkan 3 (tiga) orang meninggal
semuanya dari Suku Dayak.
·
Pkl. 09.30 WIB pengiriman Pasukan
Brimob Polda dari Kalimantan Selatan sebanyak 103 personil dengan kendali BKO
Polda Kaliteng untuk pengamanan di Sampit dan tiba Pkl. 12.00 WIB
·
Pkl. 10.00 WIB sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang
tersangka dari kelompok Suku Dayak atas kejadian tersebut di atas diamankan ke
MAPOLDA Kalteng di Palangka Raya dan menyita beberapa macam senjata tajam
sebanyak 62 buah.
·
Pkl. 20.30 WIB ditemukan 1
(satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
Tanggal 19 Februari 2001
·
Pkl. 02.00 WIB terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang
milik Suku Madura di Jalan Suwikto, Sampit.
·
Pkl. 16.00 WIB ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1
(satu) orang luka bakar semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
·
Pkl. 17.00 WIB diadakan sweeping oleh Petugas aparat keamanan
terhadap kelompok Suku Madura dan kelompok Suku Dayak di Sampit.
·
Penangkapan 6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan
hasil pemeriksaan terhadap tersangka yang telah ditahan sebelumnya, dan
diamankan di Polres Kotim.
·
Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM
102/PP bersama pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju
Sampit dan tiba Pkl. 03.00 WIB.
·
Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM
102/PP bersama pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju
Sampit dan tiba Pkl. 03.00 WIB.
·
Pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya
dikuasai oleh Suku Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom Molotov.
Tanggal 20 Februari 2001
·
Pkl. 08.30 WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA
dan Wakil Gubernur dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan tokoh
masyarakat di Sampit ( Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat Sampit) untuk
mengupayakan penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan pemantauan ke lokasi
pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga yang bertikai.
·
Warga yang ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai
pembakaran rumah yang dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi
ke Gedung Balai Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan Rumah Jabatan
Bupati Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang) bukan Suku Madura dan
sebagian warga non Madura mengungsi ke Palangka Raya.
·
Terjadi perkelahian dan kerusuhan massal terbuka antara Suku
Madura dan Suku Dayak yang datang membantu dari pedalaman. Di saat inilah
kerusuhan terbesar terjadi dimana kedua pihak etnis tersebut saling membantai
etnis lainnya.
Dari serangkaian peristiwa yang mencekam
tersebut dilaporkan terdapat sebanyak 383 orang korban jiwa dan 38 orang
luka-luka. Korban materil berupa 793 buah rumah terbakar, 48 buah rumah rusak,
13 buah kendaraan bermotor, dan 206 buah becak. Dan akhirnya seluruh etnis
Madura yang berada di Kalimantan Tengah dan tempat-tempat lainnya diungsikan
keluar daerah tersebut.
Penyelesaian Masalah
Pertama-tama
penyelesaian diserahkan untuk ditangani oleh lembaga independen yang
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dari kedua etnis serta kalangan
intelektual dan tokoh-tokoh kredibel dari pemerintahan. Yang difasilitasi
sepenuhnya oleh negara. Lembaga ini diberi kewenangan untuk menemukan
kesepakatan dari pihak-pihak yang bertikai dan kemudian mengantarkan para pihak
ke titik rekonsiliasi yang memungkinkan menata mereka kembali keharmonisan
social dalam ketenangan dan rasa aman yang terjamin.
Kedua,
siapa pun yang diindikasikan kuat sebagai actor-aktor intelektual di balik
kerusuhan di Kalteng, baik dari kalangan etnis Dayak maupun Madura, harus
ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Supremasi hukum harus ditegakkan atas
mereka.
Ketiga,
negara harus membantu warga etnis Madura untuk mendapatkan kembali hak milik
mereka berupa asset ekonomi terutama yang berupa tanah serta rumah tempat
tinggal. Juga memberikan kompensasi terhadap etnis Dayak untuk menjadi tuan
tanah di tanah nenek moyangnya. Mereka harus diberdayakan dari berbagai aspek
kehidupan.
Keempat,
negara bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat melakukan sosialisasi dan
kampanye terus-menerus dalam berbagai bentuk tentang kenyataan Indonesia
sebagai bangsa majemuk berikut pentingnya hidup berdampingan secara damai serta
keutamaan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan di dalama masyarakat. Dan, yang
tak kalah pentingnya adalah berupaya menghapus kesan negatif atau stereotype
antara etnis Dayak dan Madura selama ini.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Permasalahan
konflik antara suku Dayak dan Madura adalah rangkaian panjang dari perjalanan
interaksi antara kekuatan-kekuatan social dalam struktur social dalam memperebutkan
sumber daya yang ada di Sampit yang menimbulkan persaingan dan akibat dari
tidak meratanya pendistribusian sumber daya yang ada akan menyebabkan konflik.
Perbedaan budaya bukan merupakan penyebab konflik, tetapi bisa menjadi pemicu
terjadinya konflik. Maka dari itu pihak kepolisian dan pemerintah daerah sangat
berperan untuk memberikan solusi-solusi terhadap permasalahan yang ada di
masyarakat Sampit.