Jumat, 27 November 2015

makalah antar suku konflik sampit

Logo_Gundar.pngMAKALAH KONFLIK SAMPIT ANTARA SUKU DAYAK DENGAN SUKU MADURA








Oleh:
Ghifari Fakhran Isya
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
Depok
Tahun 2015/2016

Kata Pengantar

Pertama-tama saya ingn mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalh tentang konflik sampit antara Suku Dayak dengan Suku Madura ini dengan baik. Dimana makalah ini dibuat dan disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. saya ingin berterima kasih kepada semua pihak yang membantu saya dalam mengerjakan tugas makalah ini. Apabila ada kritik dan saran dari pembaca, saya bersedia menerima semua kritik dan saran tersebut. Karena kritik dan saran ini sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah saya dimasa mendatang.sehingga saya akan berusaha untuk menyelesaikan makalah  dengan lebih baik lagi.













                                     

Daftar Isi

Kata Pengantar ..............................................................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
1.1              Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2              Rumusan Masalah..............................................................................................................5
1.3              Maksud dan Tujuan............................................................................................................5
Bab II Pembahasan
         2.1 Mempelajari Konflik Sampit………….………………………………………………..6
         2.2 Kronologis Peristiwa………………….………………………………………………..9
         2.3 Penyelesaian Masalah………………………………………………….………………11
Bab III Penutup
         3.2 Kesimpulan…………………..………………………………………………………..12



                                                                               

Bab I
Pendahuluan

Latar Belakang
Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut dari persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu pun sebaliknya.
                Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alas an rasional.
Prasangka dibagi 3 kategori:
·         Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
·         Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai atau tidak disukai
·         Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecendrungan seseorang dalam bertindak.

Diskriminasi yaitu membeda-bedakan karakteristik individu yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecendrungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, jenis kelamin, ras, agama dan kepercayaan, kondisi fisik, atau karakteristik lain yang diduga merupakan asar dari tindakan diskriminasi.

kategori diskriminasi dibagi 2, yaitu:
·                     Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan/kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu menghambat adanya peluang sama.
·                     Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatid saat diterapkan di lapangan.

Rumusan Masalah
·       Mempelajari konflik Sampit
·       Bagaimana terjadinya konflik Sampit pada 2001

Maksud dan Tujuan
1.      Maksud
Maksud penulisan makalh ini adalah untuk menggambarkan bagaimana konflik yang terjadi antara Suku Dayak dengan Suku Madura.
2.      Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan bagaimana terjadinya Konflik Sampit.










Bab II
Pembahasan

Mempelajari Konflik Sampit
Permasalah konflik tidak terlepas dari adanya interaksi antara suku bangsa didalam penguasaan sumber daya yang ada di dalam lingkup teritorialnya. Pada awalnya masyarakat yang berada di Sampit sangat konformitas terhadap persinggungan budaya hal ini dikarenakan tragedy sampit yang menjatuhkan korban jiwa yang cukup banyak dari suku Madura merupakan kompleksitas dari tragedy-tragedi kecil yang sebelumnya pernah terjadi. Sehingga masyarakat suku dayakmemberikan label terhadap suku Madura sebagai suku antagonis sehingga atas ketidakberdayaannya melawan pengaruh-pengaruh penguasaan suku pendatang secara dominan terhadap suku yang seharusnya menjadi milik territorial sumberdaya dominan yang dilakukan oleh Suku Madura yang menyebabkan kecemburuan secara social dan ekonomi.
Banyak sebab yang membuat suku Dayak  seakan melupakan asasi manusia baik langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu “terdesak” dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di atas “tanah adat” mereka sendiri karena dituduh tidak memiliki izin penambangan. Hingga kampong mereka yang harus berkali-kali pindah tempat karena harus mengalah dari pada penebang kayu yang mendesak mereka makin ke dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk oleh ketidakadilan hukum yang seakan tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi korban kasus-kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus-kasus pembunuhan orang Dayak ( yang sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka tidak bisa ditangkap dan diadili oleh aparat penegak hukum.
Etnis Madura juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat suku Madura sebagai pendatang).
 Sering terjadinya kasus pelanggarang “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu dari suku Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu perang antar etnis Dayak-Madura.
Dari cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja, mereka terkadang dianggap terlalu kasar oleh sebagian besar masyarakat Dayak, bahkan masyarakat banjar sekali pun. Banyak cara-cara pemaksaan untuk mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka. Banyak pula tipu-daya yang mereka lakukan. Tidak semua suku Madura bersifat seperti ini. Namun, hanya segelintir saja.
Ada yang mengungkapkan bahwa pertikaian yang sering terjadi antara Madura dan Dayak dipicu rasa etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak. Semangat persukuan inilah yang mendasari solidaritas antar-anggota suku di Kalimantan. Situasi seperti itu diperparah kebiasaan dan nilai-nilai yang berbeda, bahkan mungkin berbenturan. Missal, adat orang Madura yang membawa parang atau celurit kemanapun pergi membuat orang Dayak melihat sang “tamu”-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak membawa senjata tajam hanya dilakukan ketika mereka hendak berperang atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat keributan dari soal salah menyambit rumput sampai kasus tanah amat mungkin persoalan yang semula kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak bernyawa tanpa kepala saat terjadi pembantaian Sampit entah bagaimana cara mereka (suku Dayak) yang tengah dirasuki kemarahan membedakan suku Madura dengan suku lainnya yang jelas suku-suku lainnya luput dari serangan orang-orang Dayak.
Begitu pula adanya catatan ingatan dari suku asli tentang perlakuan-perlakuan yang tidak adil terhadap suku asli yang menyebabkan meningkatnya konformitas dan identitas kesukuan yang dibangkitkan oleh masyarakat Dayak. Ada beberapa peristiwa yang menjadi catatan ingatan dari masyarakat Dayak yang menurut mereka adalah perlakuan yang tidak wajar terhadap masyarakat suku Dayak, antara lain:
·         Tahun 1972, seorang gadis Dayak diperkosa di Palangka Raya. Atas kejadian itu diadakan perdamaian secara hukum adat.
·         Tahun 1982, terjadi pembunuhan orang Dayak yang pelakunya merupakan orang Madura. Tidak ada penyelesaian hukum dan pelaku tidak tertangkap.
·         Tahun 1983, warga Kasongan yang ber-etnis Dayak dibunuh di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan. Diadakan perdamaian, dilakukan peniwahan itu dibebankan  kepada pelaku pembunuhan. Perdamaian ditandatangani kedua pihak dan jika pihak Madura melakukan perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.
·         Tahun 1996, seorang gadis Dayak diperkosa dan dibunuh di gedung bioskop Panala di Palangka Raya, ternyata hukumannya sangat ringan.
·         Tahun 1997, di desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan semua orang Madura meninggal pada kejadian tersebut. Orang dayak mempertahankan diri dengan ilmu beladiri. Dan orang Dayak dihukum berat.
·         Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota kecamatan Kaltingan Tengah, seorang anak mati terbunuh oleh seorang tukang sate etnis Madura. Anak itu hanya kebetulan lewat setelah tukang sate tersebut bertikai dengan para anak muda.
·         Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok empat pemuda Madura hingga meninggal, pelakunya dinyatakan melarikan diri dan kasus tidak diselesaikan secara hukum.
·         Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang Madura karena masalah sengketa tanah. 2 orang Dayak meninggal dunia.
·         Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas ketertiban umum dibacok oleh orang Madura, pelaku ditahan di polresta Palangka Raya, namun dibebaskan keesokan harinya tanpa tuntutan hukum.
·         Tahun 1999, di Pangkut, ibukota kecamatan Arut Utara, kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian missal dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas suku dayak. Perkelahian banyak menimbulkan korban pada kedua pihak. Tak ada penyelesaian hukum.
·         Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-istri. Tindakan tersebut dilakukan untuk balas dendam, namun salah alamat.
·         Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, sekeluarga Dayak dibunuh oleh orang Madura, pelaku lari tanpa penyelesaian hukum.
·         Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 orang Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku Madura di depan gereja Imanuel. Pelaku lari tanpa penyelesaian hukum.
·         Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pengeroyokan oleh suku Madura. Pelaku kabur tanpa penyelesaian hukum.
·         Tahun 2001, di Sampit (17-20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai. Suku Madura lebih dulu menyerang warga Dayak.
·         Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga dayak terbunuh diserang suku Madura.
Belum terhitung kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan suku lainnya di Kalimantan Tengah, kecuali dengan suku Madura. Lalu terjadilah peristiwa kerusuhan pada 25 Februari yaitu peristiwa Sampit yang mencekam.
Apa yang membuat suku Dayak begitu marah dengan menghadapi suku Madura. Hamper semua tokoh Dayak menunjukan kebanyakan etnis Madura lah penyebab akar permasalahannya. Maka dari itu , terpapar diatas bahwasanya persinggungan penguasaan sumberdaya yang tidak terdistribusi secara merata dalam persaingan dan kerjasama sebelum meningkat menjadi konflik juga dipicu karena permasalahan lebel dari masyarakat suku Dayak terhadap suku Madura dalam segi budaya yang menimbulkan etnosentrisme sehinggan terjadi konflik.
Kronologis Konflik Sampit
18 Februari 2001
·          Pkl.01.00 WIB terjadi peristiwa pertikaian antar etnis diawali dengan terjadinya perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di Jalan Padat Karya, yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1 (satu) orang luka berat semuanya dari Suku Madura.
·           Pkl. 08.00 WIB terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah rumah yang  dilakukan oleh kelompok Suku Madura dan 1 (satu) buah rumah Suku Dayak dirusak dan dijarah oleh kelompok Suku madura. Kejadian ini mengakibatkan 3 (tiga) orang meninggal semuanya dari Suku Dayak.
·           Pkl. 09.30 WIB pengiriman Pasukan Brimob Polda dari Kalimantan Selatan sebanyak 103 personil dengan kendali BKO Polda Kaliteng untuk pengamanan di Sampit dan tiba Pkl. 12.00 WIB
·          Pkl. 10.00 WIB sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang tersangka dari kelompok Suku Dayak atas kejadian tersebut di atas diamankan ke MAPOLDA Kalteng di Palangka Raya dan menyita beberapa macam senjata tajam sebanyak 62 buah.
·         Pkl. 20.30 WIB ditemukan 1 (satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
Tanggal 19 Februari 2001
·         Pkl. 02.00 WIB terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang milik Suku Madura di Jalan Suwikto, Sampit.
·         Pkl. 16.00 WIB ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1 (satu) orang luka bakar semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
·         Pkl. 17.00 WIB diadakan sweeping oleh Petugas aparat keamanan terhadap kelompok Suku Madura dan kelompok Suku Dayak di Sampit.
·         Penangkapan 6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka yang telah ditahan sebelumnya, dan diamankan di Polres Kotim.
·         Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP bersama  pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit dan tiba Pkl. 03.00 WIB.
·         Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP bersama  pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit dan tiba Pkl. 03.00 WIB.
·         Pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh Suku Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom Molotov.
Tanggal 20 Februari 2001
·                     Pkl. 08.30 WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA dan Wakil Gubernur dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan tokoh masyarakat di Sampit ( Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat Sampit) untuk mengupayakan penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan pemantauan ke lokasi pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga yang bertikai.
·         Warga yang ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai pembakaran rumah yang dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi ke Gedung Balai Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan Rumah Jabatan Bupati Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang) bukan Suku Madura dan sebagian warga non Madura mengungsi ke Palangka Raya.
·         Terjadi perkelahian dan kerusuhan massal terbuka antara Suku Madura dan Suku Dayak yang datang membantu dari pedalaman. Di saat inilah kerusuhan terbesar terjadi dimana kedua pihak etnis tersebut saling membantai etnis lainnya.

Dari serangkaian peristiwa yang mencekam tersebut dilaporkan terdapat sebanyak 383 orang korban jiwa dan 38 orang luka-luka. Korban materil berupa 793 buah rumah terbakar, 48 buah rumah rusak, 13 buah kendaraan bermotor, dan 206 buah becak. Dan akhirnya seluruh etnis Madura yang berada di Kalimantan Tengah dan tempat-tempat lainnya diungsikan keluar daerah tersebut.
Penyelesaian Masalah
Pertama-tama penyelesaian diserahkan untuk ditangani oleh lembaga independen yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dari kedua etnis serta kalangan intelektual dan tokoh-tokoh kredibel dari pemerintahan. Yang difasilitasi sepenuhnya oleh negara. Lembaga ini diberi kewenangan untuk menemukan kesepakatan dari pihak-pihak yang bertikai dan kemudian mengantarkan para pihak ke titik rekonsiliasi yang memungkinkan menata mereka kembali keharmonisan social dalam ketenangan dan rasa aman yang terjamin.
Kedua, siapa pun yang diindikasikan kuat sebagai actor-aktor intelektual di balik kerusuhan di Kalteng, baik dari kalangan etnis Dayak maupun Madura, harus ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Supremasi hukum harus ditegakkan atas mereka.
Ketiga, negara harus membantu warga etnis Madura untuk mendapatkan kembali hak milik mereka berupa asset ekonomi terutama yang berupa tanah serta rumah tempat tinggal. Juga memberikan kompensasi terhadap etnis Dayak untuk menjadi tuan tanah di tanah nenek moyangnya. Mereka harus diberdayakan dari berbagai aspek kehidupan.
Keempat, negara bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat melakukan sosialisasi dan kampanye terus-menerus dalam berbagai bentuk tentang kenyataan Indonesia sebagai bangsa majemuk berikut pentingnya hidup berdampingan secara damai serta keutamaan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan di dalama masyarakat. Dan, yang tak kalah pentingnya adalah berupaya menghapus kesan negatif atau stereotype antara etnis Dayak dan Madura selama ini.

Bab III
Penutup
Kesimpulan
            Permasalahan konflik antara suku Dayak dan Madura adalah rangkaian panjang dari perjalanan interaksi antara kekuatan-kekuatan social dalam struktur social dalam memperebutkan sumber daya yang ada di Sampit yang menimbulkan persaingan dan akibat dari tidak meratanya pendistribusian sumber daya yang ada akan menyebabkan konflik. Perbedaan budaya bukan merupakan penyebab konflik, tetapi bisa menjadi pemicu terjadinya konflik. Maka dari itu pihak kepolisian dan pemerintah daerah sangat berperan untuk memberikan solusi-solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat Sampit.

Share:

5 komentar:

Blogger templates